DALAM Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) ada menteri yang sangat liberal tetapi ada yang sangat menaati Nawacita dan revolusi mental. Menteri seperti ini bekerja sesuai arahan presiden dan keinginan rakyat.
Sebaliknya, menteri yang tidak paham Nawacita dan tujuan Revolusi Mental, dipastikan tidak akan mampu bekerja sesuai keinginan rakyat, dan presiden.
Terkait hal ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku masih belum bisa memahami Revolusi Mental yang digagas Presiden Jokowi.
Darmin mengatakan, rumusan, tolok ukur dan kegiatan yang mau dilaksanakan dalam revolusi tersebut masih belum jelas. "Terus terang saya kadang mikir, Revolusi Mental itu seperti apa, bagaimana itu mau dijalankan, karena belum ada yang merumuskan," katanya di Jakarta, Rabu (5/4/2017) seperti dilansir Sebar.com.
Pernyataan Darmin tersebut patut kita sesalkan. Saya kasihan dengam Presiden Jokowi karena ternyata beliau didampingi oleh menteri yang tidak paham Revolusi Mental dan Nawacita. Tentu menteri seperti ini tidak akan mampu melaksanakan cita-cita Presiden Jokowi untuk sejahterakan rakyat.
Pengakuan Darmin Nasution yang tidak paham Revolusi Mental itu bisa disebut sudah keterlaluan. Padahal, presiden dalam berbagai kesempatan sangat sering menjabarkan soal Revolusi Mental dan tujuan Nawacita. Sejumlah menteri, pakar, dan politisi sudah sering menyampaikan hal ini baik di media masssa maupun dalam diskusi yang ditayangkan televisi.
Bagi saya ini aneh. Menko Darmin itu gak paham atau pura-pura tidak paham. Atau karena latar belakang Darmin sebagai ekonom yang liberal? Atau karena dia menganggap program Revolusi Mental Presiden Jokowi tidak berguna sehingga tak perlu dia pahami.
Harus Diganti
Menurut saya, saatnya Presiden Jokowi membersihkan atau mengganti pembantunya yang tidak mengerti Nawacita dan Revolusi Mental. Menteri ekonomi yang tidak paham Nawacita dan Revolusi Mental dipastikan tidak akan mampu menjalankan tujuan Nawacita untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Selain itu, dia tidak akan mampu melaksanakan tujuan Nawacita untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Juga mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Seperti diketahui, Revolusi Mental yang digaungkan pemerintahan Jokowi-JK selama masa pemerintahannya memecahkan permasalahan Politik, Hukum, sosial dan khususnya perekonomian Indonesia yang lesu.
Jokowi-JK merancang sembilan program prioritas yang disebut Nawacita. Konsep ini disebut Jokowi berpedoman kepada Trisakti Bung Karno. Dalam sejarah yang linier Nawacita bisa dipahami merupakan perpanjangan dari Trisakti Soekarno yang macet di tengah jalan. Apa sebenarnya Nawacita? Jika diartikan secara kebahasaan Nawa berasal dari bahasa Sansekerta berarti sembilan dan cita adalah tujuan. Nawacita secara harfiah adalah sembilan tujuan yang akan menjadi rujukan dari kinerja pemerintahan Jokowi-JK.
Nawacita lahir di tengah-tengah krisis mentalitas yang menerpa bangsa Indonesia yang juga sedang dilanda banyak permasalahan, mulai yang sangat mendasar dan kasat mata, korupsi yang sangat meluas, dan banyak upaya pelemahan KPK, banyak kegaduhan kasus-kasus hukum, ekonomi mulai dari harga BBM, bahan pokok yang mahal, nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dollar Amerika dan permasalahan sosial masyarakat yang digembar-gemborkan oleh media yang seringkali bersifat manipulatif provokatif, mulai dari mengadu domba, menyembunyikan kebenaran dan objektifitas berita dengan tidak cover both sides hingga mencari sensasi untuk membuat gaduh suasana.
Nawacita ini digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Nawacita juga ditujukan untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Juga mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Oleh: Ian Ras, Pengamat Sosial dan Ekonomi